Materi

[Materi][twocolumns]

Sharing Kepenulisan Bareng Ade Ubaidil - Tamu Istimewa Kofiku


Profil Tamu Istimewa “Ade Ubaidil”

Ade Ubaidil (c) biem.co

Ade Ubaidil, pencerita asal Cilegon. Kelahiran Cibeber, 02 April 1993. Mahasiswa di Universitas Serang Raya (UNSERA) jurusan Sistem Komputer. Ia terpilih menjadi salah satu penulis Emerging Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017. Ia pernah juga menjadi salah satu Peserta terpilih Akademi Menulis Novel DKJ 2014.Pernah bergiat di Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia; Kelas Menulis Rumah Dunia (KMRD) angkatan ke-23 dan alumnus #KampusFiksi angkatan ke-7.

Menulis novel, cerpen, puisi, esai, resensi, naskah skenario, dls. Beberapa karyanya sudah dimuat di berbagai media, baik cetak maupun online seperti: Femina, Majalah Ummi, Utusan Borneo Malaysia, Radar Banten, Harian Republika, Majalah JAWARA, Majalah MISSI, Haluan Padang, Banten Raya, Inilah Koran (Bandung), dls.

Selain itu beberapa karyanya telah dibukukan dan dimuat di berbagai antologi bersama; baik indie maupun mayor.

Buku-buku tunggalnya yang sudah terbit:
·         Kumpulan cerpen: “Air Mata Sang Garuda” (AG Litera, 2013)
·         Novel remaja: “Kafe Serabi” (De TEENS, 2015)
·         Kumpulan cerpen: “Mbah Sjukur” (Indie Book Corner, 2016)
·         Sehimpun tulisan: “Kompilasi Rindu” (Gong Publishing, 2016)
·         Novel remaja: “Jodoh untuk Kak Gembul” (Arsha Teen, 2017)
·         Cerita Anak: "Kisah Ubay dan Para Sahabatnya" (Kantor Bahasa Banten, 2017)
·         Kumpulan Cerpen: “Surat yang Berbicara tentang Masa Lalu” (Basabasi, 2017)

Dua tahun terakhir disibukkan dengan kegiatan mengurus perpustakaan yang didirikannya bernama, "Rumah Baca Garuda".

Sesi Tanya Jawab

Pertanyaan:
Sejak kapan Kak Ade mulai belajar menulis dan menyeriusinya? Bisa diceritakan?
Jawaban:
Saya pertama kali memutuskan untuk serius di dunia tulis-menulis itu pada tahun 2012, bulan desember, itu juga otodidak, dalam artian saya mencari-cari informasi sendiri soal teknik menulis yang baik, lomba2 dls. Kemudian saya menemukan grup kepenulisan seperti Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia. Di sana saya giat mengirim karya untuk dibedah, lalu ikut lombanya walau tentu lebih sering kalahnya. 
Sebenarnya saya pernah coba menulis ala-ala remaja, kidz zaman baheula, semacam diary. itu ketika kelas 2 MTs/SMP. saya menyelesaikan semacam novel yang sampai sekarang belum saya lihat lagi.


Pertanyaan:
Hambatan apa saja yang Kak Ade temui selama ini dan bagaimana menyelesaikannya?
Jawaban :
Hambatan sih sama aja, ya. Selalu mentok di ide. Di awal-awal, saya selalu "menunggu" ide. Padahal, ketika sekarang tahu, ide itu ditemukan atau dibuat, bukan lagi dicari. Sebab writers block adalah mitos.
Cara menyelesaikannya kembali alasan kita menulis untuk apa. Apa motivasi kita menulis. Kalau saya sih dulu iseng-iseng, sekadar menyalurkan hobi gitu. Tapi setelah tahu ternyata ada bonus "fee", saya semakin serius dan kalau bisa sih "hidup" dari menulis, meski itu terdengar mustahil


Pertanyaan :
Kenapa Kak Ade memilih menulis? Lanjut kasih tipsnya biar bisa produktif kayak Kak Ade
Jawaban:
Kenapa memilih menulis? Sebenarnya banyak sih hal yang saya minati, seperti olahraga badminton, ngadu ikan cupang dll, tetapi akhirnya saya menemukan kalau menulis adalah salah satu passion terbesar saya. Dengan menulis saya merasa bebas dan bisa mengeksplor apa pun.


Pertanyaan :
3 rasahia untuk menjadi penulis: Niat, Lakukan, Konsisten.
Kak Ade bagaimana membangun kepercayaan diri ketika menjadi penulis pemula yang ilmunya dangkal tapi nekat bikin karya?
Jawaban :
Kembali lagi sih, apa motivasi kita menulis. Kalau cuma karena ikut-ikutanan nulis, ya, ketahuan sejauh mana pencapaiannya. Saya cukup apresiatif adanya Komunitas Fiksi Kudus (Kofiku) ini, karena salah satu yang memicu kita untuk konsisten adalah dengan adanya teman-teman yang sehobi, sehingga semangat pun terus terjaga. 
Saya termasuk yang paling nekat. Masa-masa awal, saya berani nyoba seleksi kelas menulis novel dulu di DKJ. Ngirim sinopsis novel (yang sampai sekarang belum kelar) dan ternyata lolos. Diambil 12 orang, termasuk Eko Triono, Norman, Dias dll. Yang kalo teman tahu karya mereka sudah lebih dulu nongol di media nasional.
Termasuk soal saya ikut seleksi Ubud Writers ini juga modal nekat saja. Intinya sih nothing to lose. Kirim, lupakan!
Saya selalu  berusaha, setiap tahun minimal menerbitkan satu karya agak bisa konsisten, satu buku. Dan dari satu karya ke karya lainnya, saya berusaha melampaui pencapaian saya sebelumnya. bukan dengan alasan ingin mengejar si A, si B dll.


Pertanyaan :
Lebih suka nulis fiksi atau non fiksi? Biasanya kalau nulis fiksi bagian yang paling susah itu apa? Dan kalau nulis fiksi pernahkah menulis dengan cara penulisan jurnalistik sastrawi?  Jika pernah menulis jurnalistik sastrawi apa sih yang perlu diperhatikan dari jurnalistik sastrawi?
Jawaban :
Saya sih cenderung ke fiksi ya, lebih bebas rasanya. Tapi mau bagaimanapun kalau kita hidup di dunia menulis, ya, apa pun harus bisa kita tulis. Termasuk soal nulis skenario, esai dll. Beberapa esai saya juga sudah pernah dimuat di media cetak. Tapi saya masih kurang puas. Terlampau biasa. Saya belum menemukan sudut pandang yang menarik. Sifatnya masih umum
Kalau soal jurnalisme sastrawi, saya belum begitu paham seperti apa spesifikasinya, tapi barangkali, di esai yang saya tulis, saya pernah menuliskannya. Terkadang, untuk menguatkan jurnalisme sastrawi, kita perlu menghidupkan suasana, itu yang saya tahu. Nyaris semacam novel tapi dengan data real. Biasa saya temukan di esai Bandung Mawardi, Muhidin M Dahlan, bahkan Seno juga saya pernah baca di Kompas. Bahkan, dari Gola Gong, saya belajar membuat satu karakter fiktif di esai yang kita buat. Karakter yang akan mengomentari apa pun, ya semacam alter ego dari diri kita yang lain. Kalau saya masih lebih bisa mengeksplorasi lewat cerpen. Apalagi di buku kumcer terbaru saya ini. Banyak teknik yang saya coba lakukan. Entah berhasil atau tidak, itu kembali ke pembaca, sih.


Pertanyaan:
Saya mau bertanya,  menurut Kak Ade, lebih baik menulis untuk mempublikasikan karya atau menulis untuk mencari kepuasan?
Jawaban :
Kepuasan saya, ya, ketika karya saya terpublikasi. Karena tujuan menulis pada akhirnya "dibaca". Saya sangat gembira ketika mendapatkan respon--entah baik atau buruk--dari pembaca karya saya. Itu rasa lelah seketika hilang.


Pertanyaan :
Saya tertarik dengan kata Kak Ade tentang writers block hanya mitos, soalnya jujur saja untuk kembali menulis lagi saya merasa kesulitan, kadang sudah siap nulis, laptop siap, semangat siap, tapi nggak tahu apa yang harus ditulis, ide siap juga kadang malah bingung cara membuka paragraf pertama. Untuk penulis 'segala' seperti Kak Ade, pasti terkadang timbul rasa jenuh juga. Pertanyaan saya, bagaimana Kak Ade melewati masa itu dan bagaimana cara Kak Ade tetap konsisten dalam menulis.
Jawaban :
Saya "meyakini" writers block mitos tak lain sebagai pecutan agar saya tak banyak alasan ketika hendak menulis. Saya juga tidak seproduktif yang teman-teman bayangkan, karena produktif itu sifatnya relatif. Tergantung dengan siapa kita disandingkan. Saya juga termasuk yang "malas" saat sudah membuka laptop. Tetapi, karena sudah dikejar deadline, atau alasan lain yang membuat saya tidak bisa alasan untuk menulis, maka sesuatu itu akhirnya berhasil saya rampungkan.
Trik membuka paragraf cobalah ATM (Amati, Tiru, Modifikasi)
Pinjam pembuka penulis siapapun yang menurutmu menarik, ini yang saya dapat dari AS Laksana, kemudian paragraf berikutnya pakai kalimatmu sendiri sampai selesai. Ketika sudah ending, paragraf pertama hasil pinjaman tadi di hapus, maka lahirlah karya baru dengan sudut pandang baru.


Pertanyaan:
Menulis puisi dengan menulis cerpen tentu berbeda. Pertanyaannya adalah jika telah ada sebuah tema untuk menulis puisi itu menurut saya agak lebih mudah daripada harus dikembangkan menjadi sebuah cerpen. Bagaimana kiat-kiat agar lebih mudah mengembangkan tema tersebut menjadi sebuah cerpen.
Jawaban :
Kalau soal tema puisi dan cerpen sebenarnya kembali ke diri penulis. Kita harus bisa memutuskan mau fokus ke medium apa. Satu gagasan bisa dikembangkan ke berbagai medium; puisi, cerpen, novel dll. Itu hanya medium. Inti dari semua jenis itu adalah gagasannya.
Kalau memang sebuah tema lebih kuat bila dituliskan di puisi, ya tulislah puisi. Kalau agar lebih mudah diterima pembaca awam, tulislah di esai. Atau kalau ingin tetap berimajinasi, mainlah ke cerpen atau novel.
Seno, ketika menulis cerpen, ia targetkan dulu tulisannya mau dibaca siapa. Misal cerpen saksi mata, Seno bermain metafor, karena saat itu menulis berita bener-benar dibungkam. Karenanya dia sampai berorasi, "jika jurnalisme dibungkam, maka sastra harus bicara" itu semata untuk menutupi pesan yang sebetulnya ingin di sampaikan. Menyamarkan sesuatu. Kalau puisi kan menyampaikan A dengan B.


Pertanyaan :
Sekarang ini masih banyak perdebatan tentang puisi esai. Bagaimana menurut Kak Ade tentang puisi esai tersebut?
Jawaban :
Saya sih selalu berusaha untuk terbuka, ya. Apalagi saya masih belum banyak tahu mengenai ekplorasi tema. Sebenarnya, yang diperdebatkan itu, lebih kepada "siapa", bukan "apa". Puisi esai jauh sebelum Denny Ja, kalau itu yang dimaksud, sebenarnya pernah ada. hanya saja publikasinya yang kurang terlihat. Saya sendiri pernah membuat puisi esai.

Karya-karya Ade Ubaidil

Air Mata Sang Garuda

Jodoh untuk kak Gembul

Kafe Serabi

Surat yang Berbicara Tentang Masa Lalu

Mbah Sjukur

No comments:

Kegiatan

[Kegiatan][bleft]

Karya Kami

[Karya Kami][bleft]

Galeri

[Galeri][twocolumns]